Dapur oh Dapur
Kalau mau jujur nih, sebenarnya dapur bukanlah tempat favorit saya. Mungkin karena memang tidak terlalu suka dan tidak bisa masak kali ya hihihi.. Tapi seiring dengan waktu karena tuntutan profesi sebagai seorang istri tentu saja, mau nggak mau kudu dan harus bisa masak. Yang artinya... harus betah or kerasan dong ya berada di dapur lama-lama.
Awalnya saya cuma bisa masak sayur bening, sop, asem dan segala tumis. Lauknya palingan cuma bisanya goreng ini dan itu. Tapi alhamdulillah suami doyan dan tidak pernah komplain padahal kalau saya icip-icip sih rasanya kok kemana - mana hehehe.. Tapi, demi memberikan yang terbaik untuk suami tercinta saya pun terus belajar dengan menu-menu lainnya (walaupun sering gagal sih) dengan penuh semangat untuk berinovasi dan berkreasi. Apalagi sekarang ada anak-anak yang pasti harus kretif lagi dong buat masakannya. Dan gegara si sulung susah banget makannya juga agak pemilih soal makanan jadi saya harus belajar lebih banyak menu masakan supaya sulung semangat makannya.
Ini bukan keluhan lho ya, tapi sebuah penyemangat buat saya untuk selalu memberi yang terbaik untuk keluarga.
Lanjut soal dapur. Karena makan adalah suatu kebutuhan pokok, jadi memasak menjadi sangat sangat diperlukan dan karena memasak juga sudah menjadi sangat diperlukan berarti.... berada di dapur adalah sebuah keharusan. Dan berlama-lama di dapur (untuk memasak) bukanlah hal yang mudah bagi saya. Kalo berlama-lamanya untuk bersih-bersih beda lagi, I like it! Tapi herannya rumah kok ya nggak pernah bersih dan rapi hehehe. Hadeh...
Lantas, saya tidak menyerah begitu saja soal si dapur ini. Saya pun mengorek ke dalam hati saya dan isi pikiran saya. What's wrong with me? Apa karena saya tidak terlalu bisa memasak? Dengan yakin saya menjawab TIDAK karena saya bukan tipe yang mudah menyerah karena merasa tidak bisa. Atau karena tidak suka memasak? Bukan juga tuh. Karena saya tahu, saya bukanlah orang yang seperti itu. Setidak sukanya saya akan sesuatu hal tidak lantas menghalangi saya untuk beraksi. Apalagi ketika saya tahu itu bermanfaat untuk saya dan adalah sebuah kebutuhan penting dalam kehidupan saya.
Kemudian saya bertanya lagi. Dapur, ada apa dengan dapurku? Saya amati dan saya pun akhirnya menemukan jawabannya. Ternyata dapurku tidak sesuai dengan taste saya !! Waaa... so this is the problem!
Jadi begini, saya tipe orang yang sangat mengedepankan visualisasi hampir dalam segala hal. Semua harus terlihat indah sesuai dengan selera saya. Tapi ya tidak selalu juga sih sebenarnya, terkadang saya juga tidak terlalu menghiraukannya (karena ketidakberdayaan saya untuk mengubahnya seperti yag saya mau hihihi). Hanya saja hal itu pasti akan sangat berdampak pada produktivitas saya. Begitu juga dengan si dapur ini ternyata. Tapi apa mau dikata, saya married dan langsung menempati rumah pemberian mertua jadi ya powerless banget dah soal rumah. Tapi disisi lain bersyukur juga karena tidak perlu keluar biaya lagi untuk membuat rumah. Alhamdulillah...
Sampai disini, saya pun menyadari. Bukanlah salah dapur sehingga saya enggan berlama-lama di sana. Tapi justru hati dan pikiran saya yang bermasalah. Rasa syukur yang tidak sampai di hati. Dalam bahasa jawa orang sering kali bilang 'kurang nerimo'. Seharusnya saya bisa lebih ikhlas dan menerima keadaan sebagaimana mestinya. Bukan malah menyalahkan dan menuntut hal yang tidak syar'i namun hanya mengedepankan hawa nafsu semata. Astaghfirulloh...
Ok. Fixed. I must set my mind : kitchen is an amazing place. Karena di sanalah resep cinta dan cita rasa kasih sayang diramu sehingga terhidang masakan kebahagiaan yang mengikat hati keluarga dalam rahmat Alloh dan kesyukuran yang nyata.
Dapur oh dapur...
#OneDayOneStatus
#Day2
#BelajarMenulis
#IIPKaltimra
Komentar
Posting Komentar